
Jayapura, Jubi – Aparat polisi Indonesia di Jayapura menghentikan aksi penggalangan dana kemanusian untuk orang Melanesia di Fiji yang dihancurkan topan terburuk sepanjang sejarah, dan menewaskan 42 orang. Koordinator Solidaritas Masyarakat Papua untuk Fiji bersama enam peserta lainnya dimintai keterangan di kantor Polisi Resort Kota Jayapura, sebelum akhirnya dipulangkan pada Selasa.
Ferry Marisan, koordinator solidaritas itu mengatakan, enam peserta solidaritas didatangi anggota intelkam Polresta Jayapura saat membawa kotak-kotak sumbangan di persimpangan lampu merah Dok II Jayapura, pada Selasa (1/3/2016) sekitar pukul 11.00 WIT.
Terkait pemeriksaan itu, Ferry mengatakan bahwa polisi berdalih, kegiatan galang dana untuk kemanusiaan itu tidak mendapat izin, kendati pihaknya telah mengirim surat pemberitahuan kepada Polresta Jayapura pada Sabtu, 27 Februari 2016 dengan kop surat “Solidaritas Masyarakat Papua untuk Fiji”, yang menerangkan tujuan dan tempat aksi galang dana.
“Kepala intelkam Polresta bilang, (penghentian) ini perintah Kapolresta Jayapura. Katanya, memang surat pemberitahuan sudah masuk tapi izin belum keluar, jadi kita (polisi) mau konfirmasikan. Kedua, polisi bilang ini menyangkut negara lain, jadi kita diminta untuk buat surat kegiatan ini ke Polda Papua,” kata Ferry yang dihubungi Jubi melalui ponselnya, Selasa.
Sementara itu, satu dari enam peserta, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan mereka diminta untuk tidak melakukan penggalangan dana untuk korban bencana di Fiji. “Polisi itu bilang, ‘kamu tidak usah galang dana karena mereka itu di luar negeri. Jadi, itu urusan negara, bukan kamu,” ucapnya, saat ditemui Jubi di posko solidaritas di kantor Elsham, Padangbulan.
Perintah Kepala Polresta Jayapura, AKBP Jermias Rontini, yang menyoalkan tentang izin, dikritik pengacara HAM Papua, Gustaf Kawer. Ia juga menyayangkan pengertian aparat polisi yang sangat terbatas terkait kemanusiaan. Ia menekankan bahwa solidaritas untuk kemanusiaan adalah universal dan tidak memiliki batasan termasuk negara.
Gustaf menerangkan, “tidak ada satu pun aturan di republik ini yang melarang kegiatan kemanusiaan, apalagi itu tidak mengganggu kepentingan umum dan sudah ada surat pemberitahuan sebelumnya. Cukup pemberitahuan, tidak perlu izin,” ucapnya.
“Hati nurani tong pu aparat ini sudah mati terhadap masalah kemanusiaan di Papua dan negara yang punya relasi dengan Papua,” lagi kata Gustaf.
Gustaf menyarankan seluruh anggota kepolisian Indonesia, khususnya di Papua, untuk kembali ke tupoksi seperti tertuang dalam pasal 2 Undang-Undang tentang Kepolisian Negara RI dengan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

Kapolresta Jayapura, AKBP Jermias Rontini, yang dihubungi Jubi tidak berkomentar terkait alasan mengapa harus ada izin padahal surat pemberitahuan sudah dimasukan sejak Sabtu. (Yuliana Lantipo)