
Jakarta, Jubi – Anggota Komisi XI DPR RI, Mohammad Hatta menyatakan, negara ditipu habis-habisan oleh Freeport terkait proses penambangan yang dilakukan perusahaan asal Amerika itu di Papua.
Katanya, pada 2010 lalu ia berkunjung ke Freeport. Ia menilai ada sesuatu yang disembunyikan pihak perusahaan. Ketika pihaknya menanyakan komposisi antara emas, tembaga dan lainnya yang dihasilkan Freeport, pihak perusahaan tak transparan. Freeport menyatakan dalam satu ton konsentrat ada satu gram emas.
“Tapi saya tak yakin. Tak mungkin dalam satu ton kosentrat hanya ada satu gram emas. Namun ada informasi, kalau satu ton kosentrat itu, ada 40 gram emas. Tapi yang dilaporkan ke Indonesia hanya satu gram. Ini kan sudah penipuan. Negara ini ditipu habis-habisan Freeport. Betul itu. Ada sesuatu yang tidak beres dan gak bener,” kata Hatta ketika bertemu Pansus Freeport DPR Papua di Gedung DPR RI, pekan lalu.
Menurutnya, ketika berkunjung ke Freeport, ia merasa ada sesuatu yang tak beres. Seperti yang disebut pihak DPR Papua, betul-betul negara dalam negara. Banyak yang ditutup-tutupi.
“Kalau memang Pansus Freeport DPR Papua bisa membongkar ‘kotak pandora’ itu, itu luar biasa. Semua bermain. Tidak transparan. Itu saya rasakan betul, yang namanya Freeport,” ucap Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ia menilai hal menarik lain yang perlu ditelusuri terkait apa yang disampaikan Pansus Freeport DPR Papua, mengenai dana 10 persen dari total dana 35 persen yang disetor Freeport ke Pemerintah Pusat.
“Tapi intinya itu, di Freeport memang ada sesuatu. Mereka sama sekali tak transfaran. Kami minta Pansus Freeport DPR Papua menyerahkan data, terutama terkait dana bagi hasil agar kami bisa membahas itu dengan Kementerian Keuangan,” katanya.
Sementara Anggota Pansus Freeport, Ruben Magay mengatakan, mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2004, tetang perimbangan pusat dan daerah, termasuk PPH badan, ada kelebihan bayar pajak Freeport kepada Pemerintah Pusat. Freeport membayar 35 persen dari kewajibannya yang hanya 25 persen.
“Freeport baru menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi Papua, ada 10 persen dana di Kementrian Keuangan. 10 persen ini bukan hanya satu dua atau ratusan miliyar. Tapi ini sudah ratusan triliun. Pemerintah pusat harusnya terbuka,” kata Ruben.
Menurutnya, dana 10 persen dari 35 persen yang disetor Freeport ke Pemerintah Pusat itu, kini tak bertuan. Bukan dana abadi, tapi dana yang di transfer Freeport masuk ke keuangan negara.
“Pemerintah Pusat harus membuka diri, sebab undang-undang nomor 17 Tahun 2008 tentang wajib pajak, sudah jelas hanya 25 persen. Tidak ada dasar hukum dan dasar hukum Freeport menyebut telah sesuai kontrak kerja. Ini hal yang perlu diluruskan,” ucapnya. (*)