
Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Rekaman video mengenai khotbah seorang pastor yang dinilai mendiskreditkan Orang Asli Papua (OAP) beredar di masyarakat. Kejadian dalam rekaman itu disebut-sebut berlangsung saat Perayaan Ekaristi Malam Natal di Gereja Santa Perawan Maria diangkat ke Surga–Katedral Jakarta.
Pengkhotbah diketahui bernama Romo Managamtua Hery Berthus Simbolon. Dia pernah mengajar di salah satu lembaga pendidikan di Nabire. Romo Agam, begitu pengkhotbah itu karib disapa.
Romo Agam membenarkan bahwa sosok pengkhotbah tersebut ialah dirinya. Dia saat itu menjadi pastor tamu dalam Ekaristi Malam Natal di Gereja Katedral Jakarta. Namun, Agam meyakinkan tidak ada sedikit pun niatnya untuk mendiskreditkan OAP.
Menurutnya, isi khotbah hanya ilustrasi mengenai pemahaman terhadap Alkitab yang dikaitkan dengan pengalaman pribadi dan orang-orang yang dikenalnya semasa bertugas di Papua. Akan tetapi, pesan khotbah tersebut ternyata ditafsirkan berbeda sehingga menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
“Ilustrasi itu dilatarbelakangi ketidakpekaan dalam memahami konteks budaya Papua sehingga tidak utuh (penyampaiannya). Akibat konteks (pemahaman) yang berbeda, menimbulkan kesalahpahaman dan melukai perasaan orang, terutama OAP,” kata Romo Agam dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi, Jumat (3/1/2020).
Agam menyadari kekeliruannya. Dia pun menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau didiskreditkan dengan khotbahnya itu.
“Saya tidak memiliki niat untuk menyakiti siapa pun, dan tidak bermaksud menggunakan khotbah sebagai sarana untuk mencederai perasaan siapa pun. (Pengalaman) ini akan dijadikan sebagai pelajaran sehingga akan lebih peka dan berhati-hati dalam mengungkapkan kata-kata. Sekali lagi, saya mohon maaf,” kata Romo Agam.
Mantan anggota DPR Papua Jhon NR Gobai berharap masyarakat menerima permohonan maaf Romo Agam, dan tidak mempolitisasi isi khotbahnya. Dia menilai Agam dalam khotbahnya hanya ingin mengambarkan kondisi pendidikan yang masih jauh tertinggal di Tanah Papua.
“Itu sudah bukan rahasia lagi. Kita harus menerimanya sebagai fakta dan koreksi,” tegas Gobai.
Namun, kejadian yang dialami Romo Agam juga bisa menjadi catatan penting bagi kalangan Gereja. Mereka harus melibatkan para imam senior setempat dalam memberikan orientasi dan pembekalan kepada para pastor yang akan bertugas di Papua.
“Perlu ada penyesuaian (adaptasi) sebelum bertugas. Jadi, saat datang, mereka sudah mengenal karakteristik OAP, dan segala seluk beluknya (permasalahannya),” kata Gobai. (*)
Editor: Aries Munandar
The post Dianggap diskreditkan OAP, Romo Agam minta maaf appeared first on JUBI.