
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Peredaran atau penjualan amunisi ilegal di Papua selama ini diduga berorientasi bisnis.
Dugaan itu dikatakan Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) Latifah Anum Siregar kepada Jubi, Kamis (16/1/2020).
Anum mengatakan, berdasarkan pengalamannya selama ini mendampingi para tersangka atau terdakwa kasus jual beli amunisi ilegal di Papua, semua kliennya (ditangkap saat membeli atau) membawa amunisi produksi PT Pindad Indonesia di antaranya, amunisi dengan kaliber 5,56 milimeter dan kaliber 65 milimeter.
“Saya tidak punya bukti kalau misalnya ada dugaan, ada isu senjata dari Filipina, dari Papua Nugini (PNG). Ini di luar itu ya. Itu saya tidak tau. Tapi amunisi yang ada selama ini diproses persidangan adalah amunisi produksi PT. Pindad Indonesia. Terakhir kan temuan yang di Timika juga, itukan amunisi PT Pindad Indonesia,” kata Anum Siregar.
Menurutnya, secara logika yang diberi kewenangan memegang amunisi buatan PT Pindad hanya institusi Polri dan TNI.
Selain itu, pengalamannya selama mendampingi para tersangka dan terdakwa kasus jual beli amunisi ilegal selama ini, kasus itu melibatkan oknum-oknum anggota polisi dan TNI.
“Jadi dari konteks ini, kita bisa lihat ini soal bisnis. Ini bukan soal NKRI harga mati ka, Papua merdeka harga mati. Kalau (oknum) polisi atau (oknum) TNI yang jual (amunisi) seharusnya kan dia tidak lakukan itu. Tapi kalau dia jual oreintasinya apa? Bisnis,” ujarnya.
Kata Anum, sebagian besar klien yang didampinginya dalam dalam kasus transaksi amunisi ilegal selama ini adalah orang yang berperan sebagai perantara dengan mendapat keuntungan (dibayar).
“Iya, jadi kurir. Dia misalnya tukang ojek, petani, dan mahasiswa. Nanti dia yang menyampaikan atau menjual misalnya kepada kelompok TPN/OPM atau KKB,” ucapnya.
Selain itu lanjutnya, selama mendampingi masyarakat yang diduga terlibat jual beli amunisi ilegal, belum pernah ada kasus amunisi atau senjata api dari luar (negara lain) yang disidangkan, dan disampaikan kepada publik jika jenis amunisi atau senjata itu bukan diproduksi di Indonesia.
Ia berpendapat, aparat penegak hukum sulit mengurai benang kusut transaksi amunisi ilegal di Papua jika hanya menghukum masyarakat yang membeli amunisi. Tidak mengungkap dan menghukum jaringan atau pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
“Kita tidak akan bisa mengungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya,” katanya.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw menyatakan tak ampun bagi anggotanya yang terlibat penjualan amunisi maupun senjata api kepada kelompok bersenjata di Papua.
Pernyataan itu dikatakan Irjen Polisi Paulus Waterpau di Timika, Papua beberapa hari lalu.
Ia mengingatkan anggotanya agar tidak melakukan atau terlibat penjualan amunisi dan senjata api.
“Tidak ada kata maaf bagi mereka yang terindikasi dan bisa dibuktikan keberlibatannya. Pasti kami pecat dengan tidak hormat dan diproses hukum,” kata Paulus Waterpauw. (*)
Editor: Edho Sinaga
The post Peredaran amunisi di Papua diduga berorientasi bisnis appeared first on JUBI.