
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Papua, Joel B. Agaki Wanda mengatakan, masyarakat dan pemerintah perlu mengetahui bagaimana mengakses informasi publik agar tidak menjadi masalah.
Hal itu dikatakan Wanda ketika ditemui Jubi di Jayapura, Kamis (20/2/2020) usai pelatihan pelatihan tentang tata cara pelaporan informasi publik kepada sejumlah LSM, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan mahasiswa yang digelar Koordinasi Independen Pemberdayaan Rakyat (Kipra) Papua, 19-21 Februari 2020.
Menurut Agaki, hal ini sangat baik, sebab dapat menyadarkan masyarakat bagaimana mengakses informasi publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Pemerintah mengklaim bahwa ketersediaan fasilitas ada masyarakat bilang tidak ada. Ini jadi masalah,” katanya.
Menurut dia UU KIP ada untuk mengawasi korupsi. Namun, masyarakat harus memahami bagaimana mengakses informasi publik yang baik. Pemerintah berkewajiban memberikan akses layanan yang baik untuk masyarakat.
“Intinya berapapun informasi tapi kalau tidak tahu cara mengaksesnya, ini masalah,” katanya.
Training dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada 20-an peserta tentang tata cara dan prosedur, serta mekanisme dalam melakukan permintaan informasi dan tanggapan terhadap permintaan informasi, mengidentifikasi, dan melakukan pemetaan informasi yang dapat diberikan dan informasi yang dikecualikan atau tidak dapat dipublikasikan.
“Pelatihan seperti ini masyarakat harus banyak terlibat, terutama akademisi dan LSM, ” katanya.
Direktur Koordinasi Independen Pemberdayaan Rakyat (Kipra) Papua, Irianto Jacobus mengatakan, menurut undang-undang tersebut, informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya, yang sesuai dengan undang-undang keterbukaan informasi publik dan informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Sedangkan badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN, APBD, sumbangan masyarakat atau luar negeri.
“Dengan Undang-Undang KIP ini memberikan akses kepada masyarakat yang membutuhkan dokumen publik, sehingga bisa digunakan sesuai keperluan. Ini harapan,” kata Direktur Kipra Papua, Irianto Jacobus, Rabu (19/2/2020).
Dia bercerita, akses dokumen APBD Kota Jayapura sebelumnya begitu susah. Pihaknya melakukan kerja sama dengan legislator, sehingga dokumen APBD bisa diperoleh. Namun, dengan adanya undang-undang tersebut, apalagi dokumen APBD sebagai dokumen publik, sekiranya masyarakat dipermudah.
“Kita berharap akan semakin banyak masyarakat mengajukan permintaan informasi. Ini untuk menolong pemerintah. Kita berharap (peserta) bisa ajukan sesuai kebutuhan,” katanya.
Undang-Undang KIP yang ditetapkan 30 April 2008 dan diperkuat PP Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang KIP, menjamin hak setiap warga negara dalam mengakses dan mendapatkan informasi publik, serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan negara/pemerintahan yang baik.
Undang KIP pasal 7 menyebutkan badan publik wajib menyediakan, memberikan, menerbitkan informasi publik di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
Badan publik juga wajib menyediakan informasi yang akurat, benar dan tidak menyesatkan, serta melaksanakan kewajibannya, dan harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah.
Dilanjutkan, badan publik juga wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik, memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
Dalam rangka memenuhi kewajibannya, badan publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Pasalnya kendala dalam mengakses informasi publik adalah trust (kepercayaan), sehingga menimbulkan polemik, sehingga salah satu rekomendasi dari pelatihan ini agar Gubernur Papua segera melantik komisioner KIP.
Ronald Manufandu, Bidang Advokasi Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua mengatakan, selama ini pihaknya kesulitan dalam mengakses dokumen publik pada pemerintah.
“Harapannya, tata caranya (akses dokumen publik) bisa kita pahami. Untuk pemerintah, padahal kita (selama ini) bikin surat, soal pertanahan sedikit rumit,” kata Manufandu.
Menurut dia, kerumitan dalam mengakses informasi publik disebabkan karena birokrasi yang berbelit-belit.
“Belajar dari koalisi LSM, kendala sulit akses data soal sawit, perusahaan tambang, sehingga data yang kita pakai di lapangan beda dengan pemerintah, sehingga sepanyol (separuh nyolong) dan kita olah sendiri,” katanya.
Oleh sebab itu, dia berharap agar setelah pelatihan mereka dapat memahami tata cara mengakses informasi publik. (*)
Editor: Kristianto Galuwo
The post KIP: Masyarakat tidak tahu akses informasi publik jadi masalah appeared first on JUBI.