Quantcast
Channel: Jubi Papua
Viewing all articles
Browse latest Browse all 15166

Tahanan aksi antirasisme Papua diminta dibebaskan

$
0
0

Para tahanan massa aksi anti rasisme di PN Jakarta. – Tempo.co

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Deiyai, Jubi – Proses hukum terhadap tahanan aksi antirasisme Papua terhambat dengan adanya pandemi virus corona. Menanggapi situasi itu, Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas selama masa pencegahan penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia turut mengeluarkan surat bernomor: M.HH.PK.01.01.01-04 perihal ‘Penundaan Sementara Pengiriman Tahanan ke Rutan/Lapas di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM’ sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang dikirimkan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang telah mendampingi mayoritas tahanan pasca-aksi antirasisme menanggapi tindakan rasisme beberapa ormas dan aparat keamanan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada Agustus 2019, menyampaikan faktanya seluruh tahanan antirasisme Papua mendapatkan perlakuan yang berbeda, sebagaimana yang dilakukan oleh majelis hakim pemeriksa perkara enam tapol Papua di Pengadilan Negeri Jakarta dan beberapa majelis hakim pemeriksa perkara di Pengadilan Negeri Jayapura dan Pengadilan Negeri Wamena. Persidangan terus dilakukan sekalipun Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua telah mengingatkan terkait kondisi ancaman Covid-19.

Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, penasihat hukum dari seluruh tahanan antirasisme Papua, Emanuel Gobai SH MH, menegaskan Mahkamah Agung Republik Indonesia harus segera memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta dan Papua untuk menghentikan proses persidangan yang sedang dijalankan oleh majelis hakim pemeriksa perkara enam tapol Papua di Pengadilan Negeri Jakarta.

“Juga majelis hakim pemeriksa perkara klien di Lapas Abepura dan PN Jayapura serta PN Wamena, sebagai bentuk implementasi Surat Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia,” kata Gobai, sesuai keterangan pers yang diterima Jubi, Kamis (2/4/2020).

Gobai melanjutkan, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia harus segera memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta dan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, untuk menghentikan proses penuntutan yang sedang dijalankan oleh Jaksa Penuntut Umum perkara enam tapol Papua di PN Jakarta.

“Termasuk Jaksa Penuntut Umum penuntut perkara klien kami di Lapas Abepura dan PN Jayapura serta PN Wamena,” katanya.

Menurutnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia juga harus memerintahkan Kepala Pengadilan Tinggi Papua untuk menghentikan proses persidangan langsung di Pengadilan Negeri Wamena.

“Akibat tidak memadainya akses internet, sehingga Surat Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 379/DJU/PS.00/3/2020, perihal Persidangan Perkara Pidana Secara Teleconference tertanggal 27 Maret 2020 tidak dapat terlaksana secara maksimal. Hal itu telah membuka ruang majelis hakim ‘menyalahgunakan’ ketentuan angka 2 huruf d poin 1, Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 dan ‘mengabaikan’ Surat Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia,” katanya.

Ia berharap Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Papua, memerintah Kalapas Abepura, Kalapas Wamena, dan Kalapas Timika untuk membebaskan narapidana dan anak sesuai Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.HH-19.PK.01.04.04 tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi, dalam rangka percegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

“Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kapolri, dengan berdasarkan telah ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam, maka perlu dilakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan rumah tahanan bagi tahanan antirasisme Papua di Jakarta, Balikpapan, Jayapura, Wamena, Timika, dan Biak, sebagai bentuk melawan Covid 19.”

Sementara itu, Usman Hamid dari Amnesty Internasional Indonesia, melalui surat pernyataan yang ditandatangani di Jakarta oleh 29, menyebutkan pembebasan narapidana harus mencakup tahanan dan warga binaan dalam kasus pasal makar Papua.

“Kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk membebaskan para narapidana, terutama narapidana anak, melalui sistem asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Akan tetapi, kami juga mendesak pemerintah untuk bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam menerapkan keputusan ini,” katanya.

Menurutnya, narapidana, tahanan serta yang dipenjarakan atas tuduhan makar dan atas tindakan mengekspresikan opininya secara damai, harus dibebaskan tanpa syarat.

“Pemidanaan terhadap mereka juga adalah pemidanaan yang dipaksakan. Mereka berhak mendapatkan hak atas kesehatan. Sehingga sudah seharusnya untuk tujuan perlindungan kesehatan dan pertimbangan rasa keadilan, mereka semua harus dibebaskan tanpa syarat.”

Ditambah lagi, kata dia, potensi penularan Covid-19 di penjara sangat rentan, dibawa oleh petugas lapas yang berjaga dan berinteraksi dengan para narapidana. Belum lagi tidak adanya jaminan mereka dapat mengakses air bersih, sabun, hand sanitizer, masker dan kebutuhan lain yang diperlukan untuk mencegah penularan virus.

“Dengan pembebasan ini, para narapidana, paling tidak, bisa melakukan social distancing dan melakukan mitigasi terhadap dirinya sendiri, karena hampir seluruh penjara dan lapas di Indonesia sudah melebihi daya tampung, overcrowded.”

“Sementara mereka yang masih berada di dalam tahanan harus mendapat akses pada layanan kesehatan, termasuk akses untuk mendapatkan tes dan upaya pencegahan yang memadai. Yang terpenting, segala keputusan mengenai strategi penanganan penyebaran Covid-19 harus mematuhi aturan HAM internasional,” tambahnya.

Ke-29 lembaga yang menandatangani surat pernyataan tersebut di Jakarta, 2 April 2020, di antaranya: Amnesty International Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Satu Keadilan, Ikatan Keluarga Korban untuk Orang Hilang (IKOHI), Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, Greenpeace Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia Papua, Elsham Papua, ALDP, LBH Cenderawasih, SKPKC Fransiskan Papua, Kontras Papua, LBH Papua Barat, Perkumpulan Belantara Papua, PapuaItuKita, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Pers, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), ICJR, Federasi KontraS, Tapol UK, Gereja Komunitas Anugerah Reformed Baptist Salemba, dan SKP Keuskupan Agung Merauke. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo


Viewing all articles
Browse latest Browse all 15166

Trending Articles