
Suasana di pinggir sungai Degeuwo – Ist
Jayapura, Jubi – Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai, John NR. Gobai mengatakan, salah satu perusahaan pertambangan yang beroperasi di sepanjang sungai Degeuwo, Kabupaten Paniai, yaituPT. Madinah Qurrata’ain, menggandeng seorang komisaris pada perseroan tersebut, yaitu Irjen Pol purnawirawan RT.
Hal itu diketahui setelah adanya laporan dari masyarakat setempat. Disebutkan bahwa ada jenderal polisi yang terus mendorong perusahaan untuk terus melanjutkan operasi dengan menggandeng sejumlah Brimob dari Polda Papua.
“Di Degeuwo sana sudah muncul seorang purna polisi yang berpangkat Irjen Pol. Padahal, ada masalah kemanusiaan di sana Irjen (Pol). Dalam catatan kami, dia pernah menduduki banyak jabatan penting di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), salah satunya sebagai koordinator Staf Ahil Sosial Ekonomi (Sahlisosek) Kapolri, Jenderal (Purn) Sutarman pada 2013,” kata Gobai kepada Jubi, Minggu (25/10/2015).
Oleh karena itu, Ketua DAD Paniai ini meminta Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw segera menarik anggota Brimob yang menjaga sekitar pertambangan ilegal di wilayah adat tiga suku, yaitu Wolani, Mee dan Moni tersebut.
“Ulah Polisi dan Birmob saat itu korban penembakan Melianus Kegepe, Mathias Tenouye, dan Selpius Kegepe. Dan pelurunya itu milik Birmob,” jelasnya.
Menurutnya, sudah muncul pengusaha atau pedagang asal Papua yang pada gilirannya akan menjadi pimpinan perusahaan emas di tanah Papua. Perusahaan yang telah memperoleh IUP seperti, PT. Salomo Mining, PT. Madinah itu juga tidak banyak memberikan manfaat ekonomi kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Paniai dan masyarakat pemilik hak ulayat.
“Solusi yang bijaksana untuk Degeuwo adalah Pemda Paniai berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi Papua untuk penetapan wilayah pertambangan rakyat. Karena, memang sudah diusulkan lalu, dan Gubernur Papua sudah menyetujui itu WPR dapat mengakomodir semua kelompok dan juga dengan WPR dapat menjamin semua kepentingan. Kemudian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dikeluarkan atas nama pemilik hak ulayat agar masyarakat menjadi pemilik tanah juga pemilik ijin, agar penambang yang ada bekerja di bawah izinnya masyarakat asli, biar LPMA SWAMEMO yang menjadi pendampingnya,” ujarnya.
Ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat suku Walani, Mee dan Moni (LPMA Swamemo., Thobias Bagubau mengatakan, pihaknya yang bekerja untuk menjaring aspirasi pemilik hal ulayat di sepanjang areal penambangan ilegal sungai Degeuwo, Kabupaten Paniai menyosialisasikannya pada 21-30 September 2015 untuk menjaring aspirasi rakyat di sepanjang sungai Degeuwo, mulai dari lokasi pendulangan ilegal 45, 81, 99, Baya Biru hingga Gunung Botak.
“Pada saat itu, kami melakukan pertemuan dengan masyarakat suku asli, yakni Wolani, Mee dan Moni serta masyarakat lainnya, yaitu Dani, Sengir Talaud, Buton dan Makassar untuk mendengar langsung kejadian selama ini,” kata Thobias Bagubau ketika ditemui Jubi di Abepura, Kota Jayapura, Kamis (22/10/2015).
Pada kesempatan itu, kata Bagubau, pihaknya menyampaikan visi dan misi terkait menjaga atau menyelamatkan lingkungan, masyarakat dan mengurangi konflik yang terjadi di sana. (Abeth You)