Papua No. 1 News Portal | Jubi
Timika, Jubi – Dengan kaki kecil lincahnya, bocah berbalut jersey klub sepak bola Liverpool itu melompat ke tempat tidurnya begitu mendengar namanya disebut. Ia pun duduk bersila di atas ranjangnya, sambil memandang penasaran ke arah para pengunjungnya.
“Anak Yoakim Majau,” suster memanggil, sembari memberi petunjuk kepada para pengunjung sebuah bangsal yang berisi empat tempat tidur, lengkap dengan pasiennya.
Minggu (7/11/2021) siang, Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt Dr Benny Giay bersama sejumlah koleganya mengunjungi Yoakim Majau, anak berusia 6 tahun yang menjadi korban penembakan di Sugapa, ibu kota Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada 27 Oktober 2021 lalu. Pada peristiwa yang terjadi sekitar pukul 21.00 WP itu, Majau tengah berada di dalam rumahnya.
Kakak Yoakim Majau, Joel Majau meyakini adiknya terkena tembakan peluru dari arah atas, posisi di mana aparat keamanan sedang melakukan penembakan ke arah bawah. Peluru itu menyasar punggung kiri Yoakim.
Baca juga: Orang tua bayi tewas tertembak di Intan Jaya duga peluru dari aparat gabungan
Yoakim beruntung karena bisa bertahan dan berhasil menjalani operasi untuk mengeluarkan proyektil peluru itu di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Mimika. Yoakim Majau bukan satu-satunya korban dalam insiden kontak tembak pada 27 Oktober 2021. Ada anak kecil lain yang bernasib naas, yaitu Nopelianus Sondegau. Balita dua tahun itu harus menghembuskan napas terakhirnya dalam gendongan orangtuanya.
Nopelianus Sondegau meninggal dunia dengan peluru panas yang menghujam perutnya. Nyawanya tidak tertolong, meski tubuh mungil Nopelianus Sondegau sempat dilarikan ke rumah sakit.
Dengan lembut, Pdt Dr Benny Giay menyapa Yoakim Majau. “Selamat siang, Yoakim… ko sendiri?” kata Pdt Benny Giay sambil menyalaminya. Pdt Benny menanyakan di mana orangtua maupun pendamping Yoakim, karena ia melihat ada karpet hijau yang digelar di samping kanan tempat tidur Yoakim.
Tanpa menjawab, Yoakim segera turun dari tempat tidurnya, mengeluarkan kepalanya di jendela yang terbuka lebar. “Mama mana…?” entah pada siapa ia mencari keberadaan ibunya.
“Tadi ada, mungkin [sedang] keluar,” jawab seorang penunggu pasien dalam ruang tersebut.
Tidak lama kemudian, seorang perempuan diikuti dua anak yang terlihat lebih besar dari Yoakim masuk ke dalam ruang perawatan itu, dan berdiri di samping tempat tidur Yoakim.
Yoakim segera memperkenalkan ibunya. “Ini mama,” ujar Yoakim.
Setiap kali diajak berbicara, ibu Yoakim yang murah senyum itu selalu melihat ke pasien di sebelah tempat tidur anaknya. Pasien pria itu sabar menjelaskan berbagai pertanyaan ke dalam bahasa daerah yang dipahami ibu Yoakim, lalu menuturkan lagi jawaban sang ibu dalam bahasa Indonesia.
“Mereka sudah dua minggu di sini. Operasi sudah selesai, tapi belum bisa keluar karena masih tunggu [surat] KK [kartu keluarga] dari atas [Sugapa],” jelas sang pasien pria yang tengah dirawat dengan kaki kanan yang digips itu.
Melalui pasien itu, Ibu Yoakim menjelaskan anaknya sudah menjalani operasi dengan lancar. Kini Yoakim tinggal menjalani pemulihan luka bekas operasi yang masih berbalut kafan tersebut.
Menurut Pdt Benny Giay, kondisi Yoakim terbilang baik. “Dia sudah turun dari tempat tidur dan main. Dia aktif sekali,” ujarnya.
Menurut Pdt Benny Giay, ia menerima penjelasan dari perawat, bahwa keluarga Majau membutuhkan bantuan dalam mengurus surat administrasi dan dokumen kependudukan. Pasalnya, Yoakim Majau didaftarkan sebagai pasien dengan nama berbeda di rumah sakit tersebut.
Baca juga: Balita meninggal dunia di Intan Jaya setelah jadi korban kontak tembak TNI dan TPNPB
Pencatatan nama itu harus dikoreksi agar pembayaran biaya operasi dan perawatan nantinya ditanggung Pemerintah Kabupaten Intan Jaya. “Mereka [perawat] bilang, mereka sudah sampaikan ke keluarga untuk bawa kartu keluarga. Karena namanya didaftarkan di [rumah sakit] pakai nama kakaknya. Padahal untuk klaim biayanya yang ditanggung [pemerintah daerah] atas nama Yoakim Majau. Jadi, sebenarnya sudah bisa pulang, hanya perlu surat keluarga itu untuk mengurus [penyesuaian] nama pasien,” kata Pdt Benny Giay.
Ibu Yoakim sendiri mengaku telah menyampaikan kebutuhan dokumen kependudukan itu kepada keluarganya di Sugapa. Namun, hingga dua minggu berjalan, dirinya belum mendapatkan kabar.
Ia pun mengatakan tidak yakin kapan anaknya bisa meninggalkan rumah sakit. “Tidak tahu ini kapan bisa keluar,” ujar Ibu Yoakim, sebagaimana dialihbahasakan oleh pasien lain.
Pdt Benny Giay berharap semua pihak membantu pengurusan dokumen administrasi Yoakim Majau itu. “Kita berdoa, semoga ini bisa segera diselesaikan. Ada keluarga yang bantu urus urusan begini, supaya mereka bisa keluar, bisa pulang kembali ke rumahnya,” Pdt Benny Giay yang mengakhiri kunjungannya dengan berdoa bersama seluruh pasien di ruangan itu. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G