Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Maybrat, Rudolof Fatem menyatakan seorang anak warga Distrik Aifat Timur, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, meninggal dunia karena sakit. Anak bernama Evalina Aimau yang berumur enam tahun itu meninggal pada Senin (8/11/2021).
Rudolof Fatem menyatakan Evalina Aimau adalah anak yang mengikuti orangtuanya mengungsi pasca penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor pada 2 September 2021 lalu. “Evalina Aimau adalah siswi kelas 1 di SD YPPK Aikrer, Distrik Aifat Timur,” katanya saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon, Kamis (11/11/2021).
Fatem menceritakan bahwa Evalina Aimau sakit saat ikut orangtuanya mengungsi ke hutan. “Evalina Aimau sakit sejak berada dalam hutan. Akhirnya ia meninggal dunia pada 8 November 2021,” kata Fatem.
Baca juga: Solidaritas mahasiswa Manokwari serahkan bantuan bagi masyarakat Maybrat di pengungsian
Menurutnya, Evalina Aimau sempat dilarikan ke Kumurkek, ibu kota Kabupaten Maybrat. Namun, setibanya di sana, ia tak tertolong lagi. Jenazah Evalina Aimau akhirnya dimakamkan di Kumurkek.
“Ayah dan ibunya mengantar dari lokasi pengungsi ke ibu kota Kabupaten Maybrat. Evalina menghembuskan nafas terakhir pada pukul 22.00 WP,” kata Fatem.
Ia mengatakan orangtua Evalina kesulitan membawa anaknya berobat karena aparat keamanan mengepung hutan tempat para warga Distrik Aifat Timur mengungsi. “Akses jalan keluar [hutan] ditutup [aparat keamanan]. Saya sampaikan [kepada] Pemerintah Provinsi Papua Barat dan pemerintah pusat, tarik militer dari Maybrat,” kata Fatem.
Menurutnya, banyak warga Distrik Aifat Timur, Aifat Timur Tengah, Aifat Timur Jauh, dan Aifat Selatan masih mengungsi ke hutan, karena takut menjadi korban salah tangkap pasca penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor. Fatem menyatakan masyarakat akan kembali ke kampung masing-masing jika pemerintah menarik pasukan TNI/Polri di Maybrat.
Baca juga: Usai pengedropan pasukan di Maybrat, 17 sekolah berhenti beraktivitas dan warga sulit akses internet
Ia menjelaskan para warga sipil itu memilih bertahan di pengungsian karena merasa takut dan trauma “Anak-anak, para ibu, orang lanjut usia [mengungsi ke hutan. Mereka] tidak mendapat pelayanan, termasuk pelayanan pendidikan,” kata Fatem.
Fatem menyatakan pembelajaran di sekolah tidak bisa berjalan normal, karena banyak guru juga turut mengungsi ke hutan. Selama berada di pengungsian, para warga sipil itu tidak bisa beribadah.
“[Pengungsi di] Maybrat tidak beribadah. Masyarakat mau menyiapkan Hari Raya Natal. Sebelum Desember, kami harap pemerintah tarik militer [dari Kabupaten Maybrat], agar masyarakat bisa kembali [ke kampungnya dan] mengikuti Natal dengan damai,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Manokwari-Sorong, Pastor Isak Bame Pr saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Kamis (11/11/2021) membenarkan bahwa banya warga sipil mengungsi dengan keluar dari kampung halaman mereka sejak 2 September 2021. Menurutnya, warga yang mengungsi itu belum kembali pulang ke kampung halamannya.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil perkirakan 2.086 warga Maybrat masih mengungsi
“Warga dari lima distrik di Kabupaten Maybrat mengungsi pasca penyerangan Pos Koramil Persiapan di Kampung Kisor. Warga yang mengungsi berasal dari Distrik Aifat Selatan, Distrik Aifat Timur, Distrik Aifat Timur Tengah, Distrik Aifat Timur Selatan, dan Distrik Aifat Timur Jauh,” katanya.
Bame menyayangkan situasi warga sipil yang bertahan di pengungsian, karena membuat warga kehilangan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Ia berbela sungkawa atas meninggalnya anak di pengungsian.
Menurutnya, kasus seperti itu tidak akan terjadi jika para pengungsi memiliki akses layanan kesehatan. “Saya pikir pemerintah harus melihat hal itu, demi keselamatan generasi emas di Maybrat,” kata Pastor Isak Bame. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G