Quantcast
Channel: Jubi Papua
Viewing all articles
Browse latest Browse all 15537

Parpol pro-kemerdekaan Kaledonia Baru anggap jadwal referendum sebagai deklarasi perang

$
0
0

Parpol pro-kemerdekaan Kaledonia Baru anggap jadwal referendum sebagai deklarasi perang 8 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi

Nouméa, Jubi – Partai Palika di Kaledonia Baru yang pro-kemerdekaan telah mengecam keputusan negara Prancis untuk mempertahankan jadwal referendum bulan depan sebagai ‘deklarasi perang’ terhadap orang-orang Kanak dan warga negara yang progresif.

Pada Jumat lalu, Komisaris Tinggi Prancis di wilayah itu kembali mengonfirmasikan bahwa referendum ketiga yang diatur oleh Kesepakatan Nouméa akan diadakan pada 12 Desember mendatang meskipun partai-partai pro-kemerdekaan mendesak agar jadwalnya ditunda hingga akhir tahun depan karena dampak pandemi di sana.

Menurut kubu pro-kemerdekaan situasi saat ini tidak kondusif untuk melakukan kampanye referendum yang memadai, pekan lalu juga mereka mengumumkan bahwa keputusan mereka untuk tidak berpartisipasi dalam referendum ini juga tidak akan dibatalkan.

Sebaliknya, partai-partai anti-kemerdekaan menyambut baik pengumuman bahwa jadwal referendum tidak akan diubah.

Namun, partai Palika kini menegaskan dalam sebuah pernyataan bahwa jika Prancis melanjutkan referendum dalam kondisi saat ini merupakan upaya provokasi politik yang dapat mengembalikan Kaledonia Baru ke saat-saat sebelum Kesepakatan Matignon 1988 dan Kesepakatan Nouméa 1998.

Parpol pro-kemerdekaan berbasis Kanak itu menekankan bahwa perilaku ngoto yang ditunjukan oleh negara Prancis ini dapat mengeruhkan situasi politik, sosial dan ekonomi kedepannya, yang lalu dapat menciptakan ketegangan dan mengancam perdamaian sosial.

Partai tersebut mengatakan bahwa dengan mitranya di dalam gerakan FLNKS, akan ada tanggapan yang sepadan dengan penghinaan terhadap orang-orang Kanak ini.

Palika juga menegaskan kembali seruannya kepada pendukungnya untuk tidak mengambil bagian dalam referendum, menyebut referendum sebagai hal yang absurd jika orang-orang Kanak yang dijajah tidak mengambil bagian dalam menentukan nasibnya sendiri.

Presiden Kongres Roch Wamytan, mengatakan keputusan Prancis untuk mempertahankan jadwal referendum bulan depan itu tidak dapat diterima dan hasilnya akan ditolak.

Wamytan, yang merupakan anggota senior parpol pro-kemerdekaan Caledonian Union dan salah satu penandatangan Kesepakatan Nouméa 1998, menekankan hingga separuh penduduk tidak akan memilih. Ia juga bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi jika penduduk pribumi tidak menghadiri TPS.

Dia menegaskan masalah ini akan dibahas di tingkat PBB, Gerakan Non-Blok, Forum Kepulauan Pasifik (PIF), dan Melanesian Spearhead Group.

Wamytan juga tidak mengesampingkan kemungkinan konflik untuk pecah karena partainya tidak bisa mengendalikan kekecewaan generasi muda dalam jumlah yang besar.

Wamytan juga menolak tudingan bahwa partai-partai pro-kemerdekaan menggunakan pandemi ini untuk kepentingan politik, dengan menekankan bahwa duka orang-orang Kanak harus diakui. Ia menambahkan bahwa di antara lebih dari 270 kematian terkait Covid-19, salah satunya adalah saudara perempuannya sendiri.

Namun Menteri Luar Negeri Prancis, Sébastien Lecornu, masih membela keputusan untuk mengadakan referendum bulan depan. Ia, sekali lagi, menyampaikan bahwa dalam masyarakat yang demokratis, hanya keadaan darurat kesehatan masyarakat yang bisa membenarkan penundaan jadwal referendum, dan menurut Komisi Tinggi Prancis di Nouméa, pandemi Covid-19 di sana sekarang terkendali. (RNZ Pacific)

 

Editor: Kristianto Galuwo


Viewing all articles
Browse latest Browse all 15537

Trending Articles