Quantcast
Channel: Jubi Papua
Viewing all articles
Browse latest Browse all 15196

Pemilu Tonga 2021: dampak ‘Akilisi Pohiva tidak tergantikan

$
0
0

Pemilu Tonga 2021: dampak ‘Akilisi Pohiva tidak tergantikan 4 i Papua

Papua No.1 News Portal | Jubi

 

Oleh Ema Finau Ivarature

Kelompok politik yang paling menonjol di Tonga, Paati Temokalati ‘Otumotu Anga’ofa (PTOA), masih sangat kehilangan pemimpinnya, mendiang Perdana Menteri ‘Akilisi Pohiva, dalam pemilihan umum nasional negara itu tahun ini. Sejak kematian ‘Akilisi pada September 2019, partai PTOA sudah berubah menjadi begitu terbagi dengan berbagai faksi, dan dikenal akibat berbagai pertengkatan internal sehingga tampaknya PTOA tidak lagi paham tentang alasan mengapa itu berbeda dan menyebabkan polarisasi di antara kalangan pemilih Tonga. Kematian ‘Akilisi Pohiva telah meninggalkan kekosongan politik yang sangat sulit untuk diisi saat ini.

Kepopuleran ‘Akilisi dan PTOA dalam pemilu sebelumnya telah meningkat ketika Raja Tupou VI membubarkan parlemen sebelum waktunya pada Agustus 2017. Dalam pemilu pada November 2017, ‘Akilisi dan caleg-calegnya dari PTOA berhasil mendominasi dan memenangkan 82% kursi, yaitu 14 dari 17 kursi, yang dialokasikan bagi Perwakilan Rakyat dalam parlemen. ‘Akilisi lalu terpilih kembali sebagai Perdana Menteri untuk kedua kalinya. Kepemimpinannya selama pemilu itu berhasil menciptakan efek polarisasi dan mengamankan mayoritas kursi sebagai sisi demokrasi.

Pada 18 November mendatang, sekitar 60.000 pemilih di Tonga akan pergi ke lokasi-lokasi pemungutan suara untuk memilih 17 Perwakilan Rakyat (PR) di parlemen dari total 73 caleg yang terdaftar. Kali ini hanya ada 12 caleg perempuan. Lebih dari separuh caleg yang maju, termasuk tujuh perempuan, memperebutkan 10 kursi di dapil Tongatapu, pulau utama di sana. Sementara itu, 33 keluarga bangsawan juga akan memilih langsung siapa dari antara kelompok mereka sendiri, yang akan memegang sembilan kursi Perwakilan Keluarga Bangsawan.

Pemilu bulan mendatang ini adalah pemilihan yang keempat sejak reformasi politik dan demokrasi diperkenalkan di Tonga, yang sebelumnya merupakan negara kerajaan. Reformasi politik itu yang telah membatalkan sebagian besar kekuasaan eksekutif yang sebelumnya dipegang oleh seorang Raja di Tonga, menciptakan delapan kursi tambahan untuk perwakilan rakyat, dan bahwa Perdana Menteri akan dipilih oleh rekan-rekannya, dan ia lalu akan memilih menteri-menterinya dari rekan-rekan sesama anggota parlemen terpilih. Transisi ini pun penuh dengan kontroversi, sangking banyaknya sehingga beberapa pihak di Tonga mulai bertanya-tanya tentang apakah demokrasi disana telah memenuhi objektifnya sejak awal yaitu tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas yang baik.

Semua Anggota Parlemen, 15 orang totalnya, yang terpilih ke parlemen pada pemilu 2017, termasuk seorang anggota parlemen dan seorang Menteri yang tidak dipilih kembali, juga akan maju untuk memenangkan dapil mereka, kecuali untuk kursi yang kosong dari dapil Tongatapu 7 dan Vava’u 16. Kursi untuk dapil Tongatapu 7 itu sebelumnya dipegang oleh mendiang Sione Fa’otusia. Ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Wakil Perdana Menteri. Fa’otusia harus menetap di Selandia Baru dengan cuti medis untuk waktu yang berkepanjangan, hingga Desember 2020 lalu. Sesampainya ia dari sana, ia segera mengundurkan diri dari Kabinet. Dia kemudian bergabung dengan sebuah faksi yang dipimpin oleh Semisi Sika dari PTOA ketika Sika mengajukan mosi tidak percaya untuk menggulingkan Perdana Menteri Pohiva Tui’onetoa yang lalu gagal karena ia tidak mendapatkan suara yang diperlukan.

Sementara itu kursi dapil Vava’u 16 itu dipegang oleh ‘Akosita Lavulavu, yang merupakan Menteri Infrastruktur hingga Juli 2021, ketika dia dan suaminya divonis dengan hukuman penjara selama enam tahun karena ditetapkan bersalah melakukan penipuan. ‘Akosita telah bergabung dengan Parlemen melalui pemilihan sela pada tahun 2016, dimana ia memenangkan kursi Vava’u 16. Kursi itu sebelumnya dipegang oleh suaminya, Etuate Lavulavu, yang juga maju sebagai caleg dalam pemilu 2014 dan kemenangannya dibatalkan oleh pengadilan setelah sebuah petisi yang diajukan oleh dua caleg lain yang kalah darinya ditemukan benar. ‘Akosita terpilih kembali dalam pemilu 2017. Bersama dengan Losaline Ma’asi, mereka adalah dua perwakilan perempuan yang berhasil menang dari 15 caleg perempuan yang maju selang pemilu 2017.

Sembilan dari 15 anggota parlemen yang kembali menominasikan dirinya dalam pemilu ini telah memegang kursi mereka berturut-turut untuk setidaknya dua periode di parlemen. Mereka termasuk Perdana Menteri Tu’’onetoa dan empat menterinya, Siaosi Sovaleni, Poasi Tei, Tevita Lavemaau, dan Samiu Vaipulu. Vaipulu yang merupakan Wakil PM dan Menteri Kehakiman saat ini sudah menjadi anggota parlemen selama tiga periode, ia juga merupakan salah satu anggota parlemen sebelum era reformasi. Semisi Sika adalah anggota parlemen lainnya yang sudah menjabat selama tiga periode dan kembali mencalonkan diri tahun ini.

Banyak orang-orang Tonga yang mungkin mengamati pergerakan Siaosi Pohiva, anak laki-laki dari mendiang ‘Akilisi Pohiva, yang saat ini memimpin faksi lainnya dalam PTOA. Siaosi kembali memperebutkan kursi di dapil Tongatapu 1, kursi yang dipegang ayahnya sampai ia menutup usianya. Dia terpilih dalam pemilihan sela pada November 2019, menang dengan selisih tipis dari lawannya, yaitu 16 suara. Sekarang dia akan berhadapan dengan caleg dari fraksi PTOA lainnya, Ikani Taliai, dan pengusaha sukses Tevita Puloka. Hasil pemilu atas kursi ini akan memiliki implikasi terhadap warisan ‘Akilisi Pohiva.

Isu-isu yang penting dalam pemilu ini cenderung berbasis dan terfokus pada masing-masing dapil. Sebab dana pembangunan yang terinstitusionalisasi and dialokasikan berdasarkan dapil, ini tampaknya telah berkembang menjadi klientelisme. Beberapa caleg dari PTOA berpendapat bahwa dana yang berpusat and berbasis pada dapil ini mengalihkan perhatian anggota-anggota parlemen dari masalah pembangunan nasional Tonga yang lebih meluas.

Selain itu, tidak ada isu-isu penting menjelang pemilu ini yang benar-benar membedakan satu caleg dan kelompok politik dengan caleg dan parpol lainnya. Semua caleg membahas persoalan yang serupa – pembangunan yang berkelanjutan, keamanan ekonomi, krisis narkoba, Covid-19, kesehatan, dan keselamatan. Meskipun salah satu caleg dari faksi PTOA juga mengusulkan adanya satu lagi reformasi politik, efek polarisasi dari mendiang ‘Akilisi – terutama perjuangannya melawan monarki dan keluarga-keluarga bangsawan yang membuatkan populer dan dipilih di kalangan masyarakat Tonga – tidak lagi ada dirasakan dalam pemilu tahun ini.

Ema Ivarature adalah seorang peneliti lepas yang memiliki gelar di bidang hukum dan politik dari Victoria University of Wellington, Selandia Baru, University of the South Pacific, dan The Australian National University. Dia juga pernah bekerja sebagai Asisten Penasihat Legislatif untuk Majelis Legislatif atau Parlemen Tonga. (Devpolicy Blog/ Development Policy Centre)

 

Editor: Kristianto Galuwo


Viewing all articles
Browse latest Browse all 15196

Trending Articles