
Kapolres Nabire, AKBP. H. R. Situmeang, SIK – Jubi/Munir
Nabire, Jubi – Kapolres Nabire, AKBP. H. R. Situmeang, SIK menuturkan, bahwa jajarannya di Polres Nabire, tidak pernah melarang ataupun mengintimidasi wartawan yang bertugas di Nabire untuk melakukan tugas peliputan.
Justru pihaknya selaku Kapolres akan memberikan klarifikasi jika ada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Kemanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) atau lain sebagainya yang berkaitan dengan aparat kepolisian.
Tujuannya kata dia, agar informasi tersebut tidak dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ditanya soal benarkah ada proses intimidasi yang dilakukan oleh anggotanya, kepada seorang waratawan majalahselangkah.com atas nama Topilus B. Tebai, ketika hendak meliput kegiatan ibadah peringatan Hari Ulang Tahun kemerdekaan Papua ke-54 pada 1 Desember 2015 lalu di Taman Bunga Bangsa Oyehe depan Taman Gizi Nabire, Papua, pihaknya mengatakan tidak ada sama sekali.
“Ketika melarang dia meliput karena ketika ditanya kartu Pers-nya oleh anggota kepolisian yang bertugas, pihaknya tidak bisa menunjukkan,” kata AKBP. H. R. Situmeang, SIK kepada Jubi, Senin (6/12/2015) di Polres Nabire.
Sehingga para anggota Polres Nabire yang bertugas ditempat tersebut, melarang wartawan tersebut masuk ke lokasi.
“Dan pada saat itu tidak ada kejadian seperti yang diberitakan, tidak ada kamera yang ditahan. Saya sudah cek ke petugas saya, dan tidak ada kamera yang ditahan. Juga tidak ada dorong-dorongan antara wartawan tersebut dengan aparat,” katanya.
Seperti diberitakan Jubi sebelumnya, salah seorang wartawan majalahselangkah.com, Topilus B. Tebai mengemukakan dirinya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari aparat kepolisian, saat dirinya hendak melakukan peliputan ibadah peringatan Hari Ulang Tahun kemerdekaan Papua ke-54 pada 1 Desember 2015 lalu di Taman Bunga Bangsa Oyehe depan Taman Gizi Nabire, Papua.
“Sekitar 5 anggota yang lain yang berada di pojok selatan dan barat juga datang ke kami. Lalu mereka mengepung saya, mengambil kamera saya secara paksa, dan meminta KTP. Karena belum bawa KTP, saya katakan KTP ada di dompet, di rumah. Aparat gabungan terus desak saya ambil KTP, sementara saya bertanya apakah kartu identitas wartawan yang saya kenakan belum cukup lengkap menjelaskan dan meyakinkan mereka bahwa saya benar-benar wartawan dan berhak meliput peristiwa ini tanpa intimidasi dan larangan,” kata Topilus B. Tebai melalui surat elektroniknya yang dikirim ke redaksi Jubi.
“Saya jelaskan bahwa saya wartawan. Saya tunjukkan kartu identitas/kartu pers. Tampaknya mereka tidak puas. Dengan suara keras mereka tanya, dimana kantor Majalah Selangkah, siapa pimpinan Majalah Selangkah, dan meminta surat perintah peliputan. Padahal saya sudah mengalungkan kartu pers,” katanya lagi. (Munir)