
Reni Rumbiak saat menjajakan dagangannya di Perbatasan RI-PNG – Jubi/Roy Ratumakin.
Jayapura, Jubi – Lazimnya jika sebuah negara berbatasan langsung dengan negara lain, proses jual beli antar pedagang dengan konsumen selalu menggunakan mata uang kedua negara yang bertangga tersebut. Hal tersebut juga terjadi di daerah perbatasan RI-PNG di Skouw, Wutung.
Reni Rumbiak, salah seorang pedagang asal Kota Jayapura yang baru pertama kali berjualan di daerah perbatasan kepada Jubi, Jumat (18/9/2015) disela-sela kesibukannya berjualan mengatakan pada awalnya dirinya sempat bingung melayani pembeli dengan mata uang lain selain rupiah. Namun lama kelamaan dirinya sudah terbiasa dan bisa mengerti bagaimana mengembalikan uang kepada pembeli.
“Sempat bingung, harga kurs dari Kina (mata uang PNG-red) ke rupiah. Awalnya saya menolak apabila ada warga PNG yang membeli dagangan saya dengan mata uang Kina. Namun setelah dua jam saya berjualan baru saya bisa mengerti bahwa 1 Kina kalau ditukar ke rupiah menjadi Rp 5.000,” katanya.
Dirinya mengaku tergiur dengan nilai tukar Kina tersebut. Menurutnya berjualan di daerah perbatasan ada keuntungan tersendiri, dimana jualannya bisa bisa laris manis dengan sekejap sekaligus dirinya bisa mendapatkan mata uang Kina yang bisa ditukarkan nantinya.
Ia menjual kerajinan tangan seperti kalung, anting, sisir bambu, tempat tisu, tusuk konde.
Reni Rumbiak mengaku sempat kaget dengan nilai tukar Rupiah atas Kina karena menurutnya nilai tukar rupiah sangat rendah. “Anjlok sekali mata uang rupiah. Apakah pengaruh naiknya dolar AS saya tidak tahu, yang pasti mata uang kita sama sekali tidak ada artinya,” katanya.
Sementara itu, Ate Feri (50) tinggal di Skouw-Wutung yang berjualan pinang di perbatasan mengaku transaksi perdagangan sangat ramai pada hari Selasa dan Kamis.
“Disini hari pasar Selasa dan Kamis. Namun juga ramai pada hari Sabtu dan Minggu, banyak pengunjung,” kata Feri. (Roy Ratumakin)