
Manokwari, Jubi/Antara – Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat terus menormalkan sungai untuk mencegah banjir bandang di daerah tersebut.
Kepala Seksi Operasional Pelayanan dan Pemeliharaan Irigasi, Dinas Pekerjaan Umum Teluk Wondama Esak Worabai yang ditemui saat memantau proses pengerukan di Sungai Ati, Distrik Rasie Teluk Wondama, Rabu (2/3/2016) mengatakan pengerukan dilakukan secara rutin, terutama di sungai-sungai besar di Distrik Rasie dan Wasior.
Dia menjelaskan, pendangkalan di beberapa sungai di dua distrik ini cukup tebal. Bahkan ada beberapa sungai yang menutupi seluruh sisi hingga sungai tersebut rata dengan badan jalan.
“Di sungai Ati misalnya, sesuai ukuran normal, kedalaman sungai tersebut semestinya mencapai tiga hingga empat meter. Kedalaman sungai ini tersisa 80 cm,” kata dia.
Di Sungai Webi dan Tandia, kata dia air naik ke badan jalan, sebab, material pasir dan batu menutupi seluruh sisi dan lorong jembatan.
Pengerukan akan dilakukan hingga dua minggu ke depan Menurut dia, pendangkalan itu terjadi terus menerus sehingga pengerukan pun harus dilakukan secara rutin. Pengerukan dilakukan dengan menyisir dari arah hilir sungai atau bibir pantai menuju titik hulu yang berada di lereng Gunung Wondiboi.
Esak menyebutkan sungai besar yang selama ini menjadi perhatian Dinas PU antara lain Sungai Anggris, Ati, Manggurai, Riwis, Wanayo. Tandia, Webi, dan sungai Urisamarai. Seluruh sungai tersebut menyimpan potensi bencana bagi daerah. Dia menilai anggaran yang disediakan pemerintah daerah dalam APBD Induk belum cukup. Setiap tahun anggaran kegiatan ini sekitar Rp1 miliar.
“Dana ini hanya bisa dimanfaatkan untuk masa kerja enam bulan. Untuk menyiasati kekurangan tersebut biasanya akan diakomodir dalam anggaran perubahan,” ujarnya.
Teluk Wondama memiliki pengalaman bencana yang cukup pahit pada 4 Oktober 2010. Banjir bandang yang terjadi saat itu merenggut ratusan jiwa warga yang berada di Distrik Wasior.
Tak hanya itu, luapan air sungai itu membawa material berupa lumpur, batu, dan kayu berukuran besar hingga meluluhlantakkan infrastruktur serta bangunan rumah warga, tempat ibadah, pasar dan infrastruktur lain di daerah tersebut.
Kala itu, ratusan warga mengungsi ke Kabupaten Manokwari hingga aktivitas di Kota Wasior pun lumpuh. Hingga saat ini, tak sedikit warga yang enggan kembali ke daerah itu. (*)