
Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar pleno Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan orang asli Papua (OAP) terkait dengan penyelamatan tanah dan penyelamatan manusia Papua yang mana telah didekralasikan pihaknya pada 30 Oktober 2015 lalu.
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, pihaknya menggelar pleno tersebut dalam rangka sosialisasi hasil deklarasi MRP terhadap penyelamatan tanah dan manusia Papua di tanah Papua yang dilakukan pada 30 Oktober 2015.
“Tanah-tanah ini secara tidak sadar itu semakin hilang di tanah Papua. Dari 250 suku yang ada di atas tanah Papua ini sedang kehilangan tanah. Oleh karena itu, kami sebagai lembaga representasi kultur rakyat Papua punya kebijakan untuk segera memberitahukan kepada rakyat Papua, khususnya OAP supaya masing-masing menjaga tanah-tanah hak ulayat mereka. Agar tanah-tanah itu tidak dirampas atau tidak terampas atau hilang dari kekuasaan mereka.
Menurut Timotius Murib, kedua soal deklarasi penyelamatan manusia Papua di tanah Papua. Secara tidak sadar juga, populasi manusia di tanah Papua sedang berkurang atau semakin hilang. Oleh sebab itu, sebagai MRP juga berkewajiban untuk menyampaikan kepada rakyat Papua supaya segera menjaga diri supaya menghindari dari hal-hal yang salah.
“Terutama tidak boleh meminum minuman keras (Miras). Harus hidup dengan baik supaya kita tidak kenah penyakit yang berbahaya. Kemudian salah satu yang paling berbahaya adalah populasi orang asli Papua ini tiap tahun terlihat menurun. Ketimbang populasi imigran ke tanah Papua cukup tinggi. Oleh karean itu, kami segera memproteksi orang asli Papua agar bisa bertahan hidup,” ungkap Murib.
Dengan demikian, katanya, MRP melakukan satu kampanye deklarasi penyelamatan supaya orang asli Papua bisa mengatur dan menyadarkan diri sendiri, keluarga, tetangga, suku, bangsa dan agama sesama OAP. Dengan ini, di daerah masing-masing harus tahu bahwa orang-orang yang bukan di daerahnya harus dengan kemampuan-kemampuan. “Siapapun yang datang di salah satu wilayah tertentu harus dengan modal skil. Kemudian dia bisa melakukan belajar kepada orang asli Papua dan dipelajari juga,” imbuhnya.
“Sudah miskin tapi datang lagi ke tanah Papua. Jangan datang untuk tambah jumlah orang miskin di tanah Papua akhirnya menjadi beban pemerintah. Harus kita hindari ini. Supaya populasi orang asli Papua ini semakin turun dan tidak boleh hilang. Hasil deklarasi ini yang kita plenokan hari ini,” jelas Timotius.
Pleno yang ke dua ini kami akan lakukan tentang Raperdasi tentang orang asli Papua. Kemudian Raperdasi kedua adalah Partai Lokal Papua, Raperdasi ketiga adalah rekrutmen politik orang asli Papua.
Lebih lanjut dikatakan, Raperdasi hak-hak asli Papua itu harus diproteksi melalui Raperdasi ini. Maka, hampir dua minggu mempelajari kemudian memberi pertimbangan dan kembalikan kepada DPRP untuk selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah Pusat (Pempus) untuk dilakukan sebagai Raperdasus.
Secara terpisah, Ketua Partai Lokal Papua Bersatu, Kris D. J. Fonataba mengapresiasi kepada MRP atas penetapan Raperdasi Partai Lokal Papua Bersatu merupakan suatu special bagi rakyat Papua.
Menurut Fonataba, ini merupakan amanat dari Bab V pasal 14 UU Otonomi Khusus Papua, yaitu Gubernur dan DPRP menetapkan Perdasus dan mendapat persetujuan MRP. “Bepijak daripada penetapan ini, kami mengharapkan DPRP segera menetapkan dan mengesahkan Perdasus Partai Lokal Papua Bersatu,” ujarnya.
Sehingga, lanjutnya, pemilu 2019 orang Papua punya noken dan perahu sendiri untuk siap merebut parlemen dan pemerintahan di atas tanah sendiri.
“Kami harap ketua DPRP dan anggota DPRP segera menindaklanjuti keputusan MRP. Sebab, ini merupakan amandemen UUD 1945, pasal 22 huruf e dan pasal 28 huruf b dan UU Otsus Papua. Siapa yang bilang orang asli Papua tidak bisa buat partai lokal,” pungkasnya. (*)