Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Komnas HAM RI segara melakukan investigasi atas kasus penembakan dua warga Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu (18/7/2020) pekan lalu. Gobay juga meminta Palang Merah Indonesia menangani para pengungsi konflik di Nduga.
Desakan itu dinyatakan Gobay melalui siaran persnya pada Kamis (23/7/2020). Gobay menyatakan investigasi itu harus segera dilakukan, karena penembakan terhadap kedua warga Kabupaten Nduga itu mengarah kepada dugaan pelanggaran HAM berat.
“Komnas HAM RI segera membentuk tim investigasi dan turun ke Kabupaten Nduga untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran HAM berat atau kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam penembakan yang menewaskan Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20). Pelaku adalah oknum anggota Tim Satgas Pamtas Yonif PR 330/TD yang bertugas di Kabupaten Nduga," kata Gobay.
Baca juga: Amnesti Internasional: Penembakan warga Nduga adalah pembunuhan tidak sah
Pada Sabtu (18/7/2020) pekan lalu, Elias Karunggu (40) dan Selu Karunggu (20) ditembak prajurit TNI di Kampung Masanggorak, di dekat Kenyam, ibukota Kabupaten Nduga. Elias dan Selu adalah bapak dan anak yang diklaim TNI sebagai anggota kelompok bersenjata di Nduga. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nduga, Ronald Kelnea mengatakan Elias dan Selu adalah warga sipil, dan bukan bagian dari kelompok Egianus Kogoya.
Gobai mengatakan tindakan oknum anggota Tim Satgas Pamtas Yonif PR 330/TD yang bertugas di Kabupaten Nduga telah mencabut “hak untuk hidup” milik Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20). Gobay menyatakan penembakan itu mengarah kepada serangan yang meluas atau sistematik dan ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan. Tindakan itu dilarang Pasal 9 huruf a Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
“[Penembakan yang terjadi] sekitar pukul 15.00 waktu setempat [itu] merupakan tindakan pelanggaran terhadap hak konstitusi warga negara, pelanggaran terhadap “hak hidup” yang dimiliki oleh Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20) sebagaimana dijamin pada pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. [Hak keselamatan warga sipil] dijamin pula dalam Pasal 3 ayat (1) Kovensi Jenewa Tahun 1949,” kata Gobay.
“Berdasarkan pertimbangan pembuatan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan pada huruf c disebutkan bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1950 tentang Ikut-serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional,” kata Gobay dalam siaran persnya.
Baca juga: DPRD sebut Elias dan Selu warga sipil, TNI sebut anggota Egianus Kogoya
Gobay menyatakan konflik bersenjata di Nduga telah berlarut-larut sejak 2018, dan membuat puluhan ribu warga Nduga mengungsi. Ia mendesak Palang Merah Indonesia (PMI) segera menurunkan timnya ke Kabupaten Nduga, untuk menanggani para pengungsi Nduga.
Ia menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Peraturan pelaksana Undang Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan yang dengan jelas memberikan tugas kepada PMI untuk menanganni pengungsi konflik. “[PMI bertugas] untuk melakukan pelayanan bagi pengungsi di masa damai dan masa konflik bersenjata dengan prinsip kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesemestaan dan lain-lain. Namun sampai saat ini PMI belum turun juga ke Kabupaten Nduga,”katanya.
Gobay juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk operasi penegakan hukum yang dijalankan di Nduga. "Lembaga Bantuan Hukum Papua secara tegas menyampaikan kepada Presiden untuk mengevaluasi operasi penegakan hukum dengan sandi Operasi Nemangkawi di Kabupaten Nduga. Pada praktiknya, [operasi itu] telah melahirkan pengungsian dan pelanggaran HAM, khususnya hak hidup sebagaimana diatur pada pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, pendekatan keamanan wajib mengedepankan ketentuan yang berkaitan dengan masyarakat sipil dalam situasi operasi militer sebagaimana dijamin pada pasal 3 ayat (1), Kovensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi Indonesia,” katanya.
Baca juga: ULMWP: Pembunuhan di Nduga tunjukkan bahwa kemerdekaan satu-satunya solusi Papua
Gobay menyatakan Gubernur Papua, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Bupati Nduga, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nduga wajib melindungi masyarakat sipil di Kabupaten Nduga. Perlindungan itu dibutuhkan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia oleh Negara sebagaimana diamanatkan Pasal 28I ayat (4) Undang-undang Dasar 1945.
Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan konflik serta kekerasan yang terjadi di Papua saat ini sudah meningkat menjadi konflik bersenjata, bukan lagi sekadar konflik. Kadepa menyatakan Elias dan Selu adalah warga sipil yang telah mengungsi pasca pembunuhan pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018, namun menjadi korban penembakan oleh TNI.
Kadepa mengatakan selama masa pemberlakuan Otonomi Khusus Papua sejak 2001 hingga kini, banyak warga sipil di Papua terbunuh. Pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi pun tidak membaik pada masa pemberlakukan Otonomi Khusus Papua. “Saya melihat kelemahan ada di pemerintah. Aparat keamanan TNI/Polri gagal membangun Papua damai, aman, dan tentram,” kata Kadepa.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G
↧