Jayapura, Jubi – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berakibat kenaikan harga kedelai impor, belum dirasakan dampaknya pengusaha tahu di Kota Jayapura.
Bambang, pemilik pabrik tahu di Kali Acai Abepura, mengakui meski harga kedelai impor naik tetapi belum terasa signifikan.
“Masih bisa tertutupi Mas. Kalau naik hingga Rp 12 ribu per kg, pasti saya akan hentikan produksi sementara sambil menunggu harga turun,” kata Bambang, yang ditemui Jubi, Jumat (18/9/2015).
Bambang berharap agar kenaikan harga kedelai impor ini tidak banyak berimbas di Jayapura dan para pedagang besar tidak menaikkan harga drastis.
Dikutip dari Republika.co.id, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, mengatakan produsen tempe dan tahu lebih menyukai kedelai lokal ketimbang kedelai impor. Sebab, kedelai lokal kulitnya lebih tipis sehingga cepat matang dan memiliki rasa yang lebih enak.
“Kedelai lokal kandungan airnya banyak sehingga kalau dibikin tahu jauh lebih bagus, ketimbang pakai kedelai impor,” kata Aip, di Jakarta, Senin (7/9).
Kedelai lokal memiliki kualitas yang lebih unggul, namun produsen tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena persoalan harga. Menurut Aip, harga kedelai impor lebih murah ketimbang kedelai lokal.
Harga kedelai lokal di kisaran Rp 7.700/kilogram. Kedelai impor Rp 7.000/kilogram. Padahal, kedelai lokal bisa laku dijual di kisaran Rp 5.500 sampai Rp 6.000/kilogram.
Aip menjelaskan, sebenarnya produsen tempe dan tahu siap membeli kedelai lokal asalkan harganya dapat bersaing. Selain itu, standar mutu dan kualitas kedelai lokal juga harus ditingkatkan.
Petani kedelai dalam negeri harus diberikan edukasi yang mumpuni dalam mengolah tanaman kedelai mulai dari para panen sampai pasca panen.
“Kalau kita beli kedelai lokal nggak dibersihin, kadang masih banyak material tanah dan bercampur dengan daun sedangkan kalau beli impor udah bersih,” kata Aip. (Sindung Sukoco)