Jayapura, Jubi – Noken, koteka, manik-manik, dan lukisan kulit kayu adalah sebagian dari identitas Papua yang jarang sekali terlihat di pasaran. Hal ini mengindikasikan minat pengusaha lokal untuk mengembangkan home industri kerajinan dan cinderamata Papua masih lemah.
Papua memiliki lebih 250 suku yang masing-masing mempunyai ciri khas budaya, bahasa, dan adat yang berbeda. Seharusnya ini menjadi lahan untuk pengusaha Papua mengambil bagian dalam mempromosikan daerah.
Di Kota dan Kabupaten Jayapura hanya dikenal Pasar Hamadi sebagai sentral mendapatkan pernak-pernik kerajinan Papua. Pasar Hamadi sangat terkenal sebagai pusat penjualan souvenir di Jayapura yang banyak diburu wisatawan, terutama kerajinan Suku Asmat.
Beberapa barang ciri khas Suku Asmat seperti koteka, pakaian adat, replika tongkat, dan topi bulu kepala Suku Asmat, banyak dicari di pasar ini.
Di Pasar Hamadi juga dijual lukisan kulit kayu, ukiran, hingga replika patung kayu Suku Asmat yang harganya mencapai jutaan rupiah.
Abepura sebagai kota Pendidikan tidak mempunyai tempat khusus penjualan cinderamata. Hanya mama-mama yang biasa berjualan di bahu jalan menjajakan noken hasil rajutan tangan mereka.
“Kalau saya mau cari cinderamata khas Papua dimana? Saya cari di internet, katanya ada di Pasar Hamadi. Jauh ya? Naik taxi bayar berapa dan berapa jam saya sampai di Pasar Hamadi?” kata Fredy Sapulete, warga Ambon, yang sedang berada di Kota Jayapura, kepada Jubi, Jumat (16/10/2015).
Fredy mengatakan Papua sangat unik, alam dan budaya.
“Papua sangat unik. Saya suka sekali tinggal di sini walau hanya beberapa hari,” katanya sambil menunjukkan noken yang baru dibelinya.
“Saya masih memburu yang lainnya seperti koteka dan tas rajutan dari kulit kayu. Saya juga mau cari ukiran dan patung Asmat, untuk oleh-oleh,” katanya.
Di Pasar Hamadi, harga cinderamata khas Papua ditawarkan beragam. Noken biasa dibandrol Rp 100 ribu. Gelang atau aksesori harganya tergantung dari bahan. Aksesori berbahan taring babi biasanya dijual Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu.
Harga koteka relatif murah, hanya Rp 60 ribu. Harga sebuah ukiran atau patung khas Papua dijual sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta.
“Kenapa di Abepura tidak ada tempat khusus untuk menjual souvenir khas Papua?,” tanya Agustina, istri Fredy Sapulete.
Ini adalah peluang bagus bagi pengusaha muda asli Papua untuk ambil kesempatan. Kesempatan bukan hanya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau mencari proyek di pemerintah. Masih banyak muatan lokal Papua yang bisa dikembangkan dijadikan souvenir, yang akan mendatangkan finansial tidak kecil. (Roy Ratumakin)