Sampit, Jubi/Antara – Anggota Komisi II DPRD Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Otjim Supriatna, menyatakan kawasan hutan produksi (HP) di wilayah itu terancam punah akibat pembukaan lahan sawit.
“Menyempit dan hampir habisnya kawasan HP dan pemukiman di wilayah Kotawaringin Timur karena pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit
Ia mengatakan berdasarkan data teknis yang dimiliki Dinas Kehutanan, di atas kertas luas hutan Kotawaringin Timur masih tersisa sekitar 32,5 persen dari luas wilayah Kotawaringin Timur atau seluas 475 ribu hektare.
Menurut Otjim, kalau dilihat dari data Tata Guna Hutan Kawasan (TGHK) total luas hutan produksi Kotawaringin Timur mencapai 1,3 juta hektare, sementara berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng Tahun 2003 total luas hutan produksi Kotawaringin Timur mencapai 675 ribu hektare.
“Dari data itu sebenarnya sudah terlihat berapa kemampuan hutan sebagai daerah penyangga air bila dihitung dari luas wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur yang mencapai 1, 6 juta hektare,” katanya.
Luasan hutan terus berkurang seiring munculnya kebijakan pemerintah daerah pascapemberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah.
Otjim mengungkapkan pemerintah daerah mengobral izin pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
“Total luas keseluruhan perkebunan sawit di wilayah Kotawaringin Timur saat ini sudah mencapai 700 ribu hektare atau 45 persen dari total luas wilayah,” ucapnya.
Kondisi tersebut tentunya sangat memprihatinkan. Akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara membabi buta, sisa hutan Kotawaringin Timur hanya tinggal 475 ribu hektare. Jumlah itu masih harus berbagi lagi dengan tiga perusahaan hak pemanfaatan hutan (HPH) yang masih mengantongi izin kegiatan dari pemerintah pusat seluas 300 ribu hektare. Dengan demikian hutan Kotawaringin Timur yang tersisa hanya tinggal 175 ribu hektare.
“Hutan di Kotawaringin Timur saat ini sudah habis dan kalaupun tersisa, letaknya sangat jauh sekali yaitu diperbatasan dengan Kabupaten Seruyan dan Katingan. Sisa hutan di sana bentuknya persis seperti lengkungan pelangi,” katanya.
Jika melihat begitu kecilnya luasan hutan di Kotawaringin Timur ditambah lagi lokasinya yang begitu jauh, tentunya daerah ini sudah tidak bisa lagi mengharapkan bantuan hutan daerah sebagai penyangga air. Akibatnya, air pun mengalir bebas kemana-mana sehingga pada saat curah hujan tinggi banyak daerah yang terendam banjir.
Otjim mengatakan jika kondisi ini tidak segera ditanggulangi, musibah banjir pasti akan sering terjadi.
Otjim berpendapat pemkab harus cepat bergerak dan cara yang paling tepat adalah dengan rekayasa sipil, yaitu pembuatann bangunan-bangunan teknis yang berfungsi sebagai daerah resapan air seperti tanggul, sumur resapan dan parit resapan, atau bangunan lain yang dapat dijadikan infrastuktur penyerap air. (*)