
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai – Jubi/Alex.
Jayapura, Jubi – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai mengaku kurang terbuka mengenai kasus Mbua, karena pihaknya harus melakukan tes laboratorium sebelum mempublikasikan kepada media.
“Kami harus melalui tes laboratorium dulu. Setelah kami tahu baru bisa dipublikasikan kepada media. Tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada wartawan yang selama satu tahun ini memberitakan kesehatan di Papua secara obyektif,” kata saat acara coffee morning yang berlangsung di Rumah Makan Bambu Kuning, Selasa (22/12/2015) Jayapura.
Kasus Mbua yang sempat membuat Dinas Kesehatan Provinsi Papua kewalahan karena dari diagnosa ke diagnosa belum ditemukan satupun penyakit yang membuat puluhan balita dan anak-anak di daerah tersebut meninggal dunia.
“Seharusnya kasus tersebut tidak perlu terjadi kalau pemerintah daerahnya proaktif kepada masyarakat. Kasus ini saya kami sendiri tidak tahu malah kami tahunya dari pemberitaan media. Ini menunjukan bahwa dinas kesekatan dan pemda setempat tidak bekerja dengan baik. Namun saat ini kami sudah bisa menanganinya,” ujarnya.
Giyai mengatakan diindikasi bukan hanya Distrik Mbua tapi juga di seluruh kawasan tengah Kabupaten Nduga juga mengalami hal yang sama. Untuk itu tim kesehatan ini bakal melakukan layanan seperti pengobatan massal dan imunisasi serta pembuatan jamban.
Terutama daerah yang dinyatakan kawasan merah di Pegunungan Tengah yakni Puncak Jaya, Deiyai, Pegunungan Bintang, serta di bagian pesisir pantai Waropen. “Ini fakta. Masalah kesehatan bukan semakin berkurang tapi semakin menambah,” kataya.
Kendati demikian, Dinkes Provinsi Papua minta perlu adanya keterbukaan masyarakat setempat, dinas kesehatan dan bupati untuk turut ikut campur tangan menangani kesehatan di Kabupaten Nduga.
“Ke depan kami akan berusaha sesuai dengan standart profesi kami sebagai petugas kesehatan demi hajat hidup orang banyak terutama di Provinsi Papua. Kami akan mulai pekan depan. Kami sudah turun dengan respon cepat sampai Maret 2016, setelah itu kami maintenance. Pendekatan untuk Papua berbeda dengan daerah lain. Satu atau dua itu nyawa itu juga manusia, bukan banyak dan sedikit ” ujarnya. (Roy Ratumakin)